Selasa, 29 Januari 2013

Error Peradaban…

Anda tahu kilogram, meter dan liter ?, apa persamaan ketiganya ?. Ketiganya mewakili satuan pengukuran, yaitu masing-masing untuk mengukur berat, mengukur panjang dan mengukur volume. Berbeda gunanya, tetapi satuan ini sama di seluruh dunia dan tidak berubah sejak pertama kali digunakan dalam peradaban manusia.

Anda tentu juga sangat tahu tentang Rupiah, Dollar dan Riyal ?, ketiganya adalah satuan mata uang untuk tiga negara yang berbeda. Ketiganya berfungsi untuk mengukur nilai (unit of account) atau menilai harga barang-barang dan jasa. Ketiganya tidak bernilai tetap, cenderung terus menurun dan satu mata uang berbeda laju penurunannya dibandingkan dengan mata uang yang lain.

Kelompok pertama bernilai tetap dan berlaku sepanjang jaman meskipun dikonversi dengan sebutan yang berbeda. Misalnya 1 kg, bisa dikonversi menjadi pound dengan nilai 2.20462. Kilogramnya tetap dan pound-nya juga tetap.

1 meter bisa dikonversi menjadi 3.28084 feet, meternya tetap dan feet-nya juga tetap. 1 liter bisa dikonversi menjadi 0.264172 galon, liternya tetap dan galonnya-pun tetap.

Jadi dalam urusan berat, panjang dan volume ada satuan-satuan yang dipakai secara baku di seluruh dunia, bisa disebut secara berbeda tetapi masing-masing jenis satuan selalu bisa dikonversikan ke yang lain dengan nilai konversi yang tetap.

Ironinya adalah dalam urusan yang tidak kalah pentingnya dengan menimbang berat, mengukur panjang dan menakar volume – yaitu urusan menentukan nilai, ternyata manusia modern tidak memiliki satuan yang baku. Masing-masing negara memiliki satuannya sendiri, tetapi negara-negara tersebut tidak pada bisa menjaganya menjadi satuan yang baku.

Walhasil ketika dikonversikan ke satuan nilai negara lain, hasilnya juga tidak baku. 1 Rupiah sekarang sangat berbeda dengan 1 Rupiah yang sama tahun 2000. 1 Dollar sekarang berbeda dengan 1 Dollar tahun 2000. Kalau dikonversikan di antara keduanya dari Rupiah ke Dollar atau sebaliknya, hasilnya tidak pernah sama dari satu waktu ke waktu yang lain.

Ternyata timbangan nilai yang dipakai manusia modern justru sangat tidak reliable, tidak berfungsi dengan semestinya. Timbangan berupa mata uang kertas yang seharusnya berfungsi tiga yaitu sebagai penentu nilai (unit of account), penyimpan nilai (store of value) dan alat tukar (medium of exchange), ternyata hanya fungsi yang terakhir yang berjalan.

Bila Anda membuat program komputer untuk menjalankan serangkaian fungsi, tetapi ternyata yang berfungsi hanya satu dari sekian fungsi yang seharusnya – apa yang terjadi ? itulah Error !. Karena uang kertas adalah produk peradaban yang seharusnya berfungsi tiga tadi tetapi ternyata hanya satu yang jalan, maka saya menyebutnya sebagai Error Peradaban.

Untuk lebih mudah memahami Error Peradaban ini, saya buatkan ilustrasi sebagai berikut :

Bayangkan dahulu kala di jaman Majapahit, ada seorang petani kaya yang memperkerjakan sejumlah buruh tani untuk menanam padi. Kepada masing-masing buruh tani ini dijanjikan upahnya nanti pada saat panen masing-masing akan memperoleh gabah seberat 25 bakul.

Ketika panen tiba, petani kaya membagikan upah ke masing-masing buruh 25 bakul dan semuanya senang karena itu cukup untuk makan sekeluarganya sampai panen berikutnya.

Musim panen berikutnya petani kaya waktunya membagi lagi 25 bakul untuk masing-masing buruh taninya, tetapi bakul yang dipakainya bukan lagi bakul yang dahulu. Petani kaya menggunakan bakul yang sedikit lebih kecil, tanpa menyadarinya si petani menerima bayarannya dan membawa pulang 25 bakul gabah.

Begitu seterusnya setiap musim panen tiba, petani kaya selalu memiliki bakul baru yang sedikit lebih kecil ukurannya untuk menakar upah para buruh taninya.  Maka sekian musim panen berlalu, petani selalu membawa pulang 25 bakul gabah untuk keluarganya. Tetapi kok gabah yang diterimanya semakin tidak cukup dan terus semakin tidak cukup.

Apa yang terjadi dengan bakul yang mengecil itulah yang terjadi dengan temuan peradaban manusia modern yang disebut uang kertas itu. Namanya inflasi yang ‘menggerogoti bakul’ sehingga makin lama makin kecil – tanpa kita sadari.

Tahun 1995 seorang manager di perusahaan menengah bergaji Rp 10 juta, kini untuk posisi yang sama gajinya Rp 40 juta. Mana yang lebih tinggi ?, tahun 1995 gaji 10 juta setara dengan sekitar  80 Dinar atau 80 ekor kambing ukuran baik. Kini Rp 40 juta hanya setara dengan 18 Dinar atau 18 ekor kambing ukuran baik.

Seorang manager di perusahaan menengah tahun 1995 mampu memikul biaya hidup bagi keluarga besarnya, orang tuanya, adik-adiknya, ponakannya dlsb. disamping tentu keluarganya sendiri . Seorang manager perusahaan menengah sekarang mungkin hanya cukup untuk menghidupi keluarganya sendiri.

Apa penyebabnya ?, karerna harga barang-barang kebutuhan menjadi mahal ?, betul memang faktanya biaya hidup tambah mahal. Tetapi apa yang membuatnya mahal ?, itulah ‘bakul yang mengecil’ tadi yang di peradaban manusia modern disebut inflasi.

Lantas apakah solusinya para karyawan di jaman ini rame-rame minta naik gaji ?, bukan itu solusinya karena perusahaan tempatnya bekerja juga belum tentu tumbuh. Dia mengira hasilnya tumbuh karena menakarnya dengan bakul yang sama – yaitu bakul yang mengecil.

Tempat si manager bekerja tersebut tahun 1995 memiliki aset Rp 100 milyar dan kini asetnya mencapai Rp 1  trilyun, apa perusahaan bener-bener tumbuh selama ini ?. 

Rp 100 milyar tahun 1995 adalah setara 805,153 Dinar (tahun 1995 perusahaan memiliki 805,153 ekor kambing !), sedangkan Rp 1 trilyun kini hanya setara 441,228 Dinar ! (tinggal 441,228 ekor kambing !). Jadi perusahaan tidak mampu menaikkan kesejahteraan para karyawan dan manajernya karena perusaan sendiri aset-nya juga ternyata menyusut tanpa sadar.

Jadi yang membuat penurunan kwalitas hidup manusia modern itu antara lain adalah tidak berfungsinya satuan timbangan yang baku yaitu satuan timbangan yang sangat penting yang digunakan sehari-hari untuk menentukan upah buruh, mengukur aset perusahaan dlsb – itulah satuan mata uang fiat.

Tanpa satuan yang baku, kita tidak bisa mencanangkan target secara akurat untuk peningkatan kwalitas hidup individu atau pertumbuhan aset bagi perusahaan. Target-target yang kita capai selama ini yang diukur dengan Rupiah, Dollar ataupun mata uang kertas lainnya – adalah target semu, yang secara angka bisa saja kita capai – tetapi pada hakekatnya secara nilai tidak bener-bener  kita capai.

Untuk mencegah proses pemiskinan tanpa sadar ini terus berlanjut seperti yang dialami para buruh tani di jaman Majapahit dan juga para pegawai dan manajer di jaman ini, maka timbangan yang baku untuk mengukur nilai itu memang sudah waktunya kita gunakan. 

Peradaban mata uang yang seharusnya memudahkan manusia untuk bisa bermuamalah secara adil satu sama lain itu, ternyata memiliki Fatal Error yang berdampak pada penurunan kwalitas hidup manusia pada umumnya. Ada dua kemungkinan yang bisa kita lakukan, membetulkan Error tersebut atau mengganti sama sekali ‘program’-nya. Saya mencoba membetulkan Error-nya dahulu, siapa tahu masih bisa dibetulkan. Wa Allahu A’lam.

Harga Emas : Tidak Terlalu Tinggi dan Tidak Terlalu Rendah…

Gunjang-ganjing harga emas dunia terjadi pada akhir pekan lalu ketika harga emas jatuh dibawah US$ 1,630/ozt sebelum akhirnya balik ke angka US$ 1,650-an. Rentang harga yang jauh ini terjadi karena pasar sempat panik setelah di-release-nya catatan pertemuan the Fed, bahwa QE -3 mungkin akan diakhiri tahun ini. Untuk sesaat pasar meresponnya dengan sentimen negatif berupa aksi jual emas karena harga emas diduga akan terus turun bila the Fed tidak lagi mencetak uang terus menerus dari awang-awang. Tetapi apa yang kemudian mendorong harga naik kembali dalam beberapa jam kemudian ?

Segera setelah pasar berfikir logis, bahwa secara fundamental problem ekonomi Amerika belum banyak berubah – bahwa segudang masalah masih menghadang di depan mata, maka pasar emas-pun kembali ke harga yang menurut saya wajar.

Tiga masalah utama yang dihadapi pemerintah Amerika saat ini adalah rencana pemotongan belanja dalam jangka panjang, peningkatan pendapatan dan kesepakatan  batas atas pinjaman. Untuk mengatasi masalah yang terakhir misalnya , yaitu proses negosiasi batas atas pinjaman negeri itu yang dilakukan di musim panas tahun 2011 lalu – telah mendorong harga emas naik ke angka tertingginya sepanjang sejarah – sempat menyentuh angka US$ 1,900/ozt di awal September 2011.

Batas atas pinjaman yang kini dipatok pada angka US$ 16.4 trilyun itu telah habis lagi terpakai sampai akhir 2012 lalu. Saat ini pemerintah negeri itu sedang berusaha dengan berbagai cara untuk mengatasi masalah hutang yang sudah mentog ini, tetapi kemungkinan hanya akan bertahan dua bulan sampai akhir bulan depan.

Negosiasi yang alot akan kembali terjadi mulai dalam beberapa pekan kedepan dan pasar berharap-harap cemas akan apa yang kemungkinan terjadi. Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Services bahkan sudah mengeluarkan warning bahwa ada kemungkinan mereka menurunkan rating pinjaman negeri itu bila masalah kesepakatan penurunan defisit tidak tercapai.

Dengan berbagai isu tersebut di atas, memang dalam jangka pendek harga emas dunia mudah bergejolak dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Namun setelah mengamati pergerakan harga emas ini dalam lima tahun terakhir, saya menjadi semakin yakin bahwa emas itulah uang yang sesungguhnya. Dia bisa naik tinggi tetapi tidak terlalu tinggi, atau turun rendah tetapi juga tidak terlalu rendah.

Mengapa demikian ?, atas kuasa Allah kepemilikan emas itu relatif menyebar ke seluruh pelosok dunia. Amerika-pun yang berusaha menguasai emas dunia sejak lebih dari setengah abad terakhir, penguasaan mereka hingga kini tidak lebih dari 5% dari emas dunia. Kepemilikan yang menyebar ini membuat tidak ada satu pihak-pun yang terlalu dominan di pasar.

Walhasil pasar emas dunia merupakan pasar yang paling mendekati pasar sempurna dalam  mekanisme pembentukan harganya. Ketika sentimen orang beli meningkat, stok relative tetap – maka harga melonjak. Ketika sudah cukup tinggi, pemilik stok merasa waktunya melepas stoknya – meningkatkan jumlah supply yang available untuk dijual – harga kembali turun, begitu pula sebaliknya.

Karena mekanisme pembentukan harga  yang terjaga mendekati pasar sempurna inilah maka emas menjadi uang yang paling adil. Daya beli Dinar emas misalnya tidak akan melonjak sampai cukup untuk membeli sapi, tetapi juga tidak akan turun sampai hanya cukup untuk membeli ayam. Harga Dinar tetap berada di kisaran harga kambing selama ribuan tahun. Berspekulasi dengan harga emas secara umum tidak akan membuat seseorang menjadi kaya – karena harga emas yang tidak bisa terlalu tinggi itu tadi.

Positioning emas yang paling pas untuk saat ini adalah sebagai unit of account, store of value dan bila sudah memungkinkan juga menjadi medium of exchange.

Sebagai unit of account dia akan terus dapat menimbang secara adil nilai barang-barang kebutuhan manusia sepanjang jaman, naiknya harga dia seiring naiknya komoditi lain – demikian pula dengan turunnya harga dia seiring turunnya harga-harga komoditi lain. Kemudian tinggal menyisakan faktor supply and demand – yaitu fitrah pembentukan harga di pasar.

Sebagai store of value, emas berulang kali menunjukkan fungsinya yang sangat efektif melindungi asset rakyat manakala pemerintah –pemerintah dunia gagal melindunginya. 

Di Indonesia di awal krisis 1997, harga 1 Dinar Rp 133,900,- di puncak krisis ketika pemerintah saat itu tidak bisa mengendalikan daya beli uang Rupiah kita, tahun 1998 harga Dinar ikut melonjak menjadi Rp 418,300. Dinar melompat proporsional harganya seiring dengan penurunan daya beli Rupiah saat itu.

Sepuluh tahun kemudian, ketika Amerika mulai dilanda krisis sub-prime mortgage hal yang sama terulang di negeri lain yang katanya perkasa. Sebelum krisis 2007, harga 1 Dinar setara US$ 89,-, pada krisis yang pertama tahun 2008, harga Dinar melonjak menjadi US$ 123,-. Dan hingga kini, respon atas ketidak mampuan negeri itu mengelola uangnya – yang menjadi reserve currency dunia, harga Dinar berada di kisaran angka US$ 235,- atau naik 164 % dalam lima tahun krisis financial Amerika.

Setelah dua dari tiga fungsi uang yaitu unit of account dan store of value terbukti diperankan dengan sangat efektif oleh emas, maka tinggal satu fungsi saja yang nantinya akan terjadi dengan sendirinya yaitu sebagai medium of exchange atau alat tukar.

Setelah dunia lelah bereksperimen dengan uang fiat berabad-abad lamanya, kegagalan demi kegagalan, eksploitasi demi eksploitasi – maka masyarakat yang cerdas dunia insyaAllah akan kembali pada yang fitrah, mata uang yang adil sepanjang jaman yaitu satu-satunya mata uang yang berperan paripurna dalam ketiga fungsinya – unit of account, store of value dan medium of exchange. InsyaAllah.